ARTICLE AD BOX
Tumpek Krulut adalah hari suci yang dirayakan umat Hindu Bali setiap 210 hari pada Sabtu Kliwon, Wuku Krulut, dan dikenal juga sebagai Odalan Gong atau Otonan Gong.
I Nyoman Sukadana, Kelian Adat Banjar Kebonkuri Lukluk Kesiman, menjelaskan bahwa upacara Otonan Gong ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang dimanifestasikan dalam wujud Dewa Iswara.
“Pada hari suci Tumpek Krulut ini, kami menggelar upacara untuk alat gamelan yang ada di Banjar. Tradisi ini bukan hanya dilakukan di Banjar kami, tetapi hampir di seluruh banjar lainnya sebagai bentuk penghormatan pada seni karawitan Bali,” ujar Sukadana.
Tumpek Krulut juga sering disamakan dengan Hari Kasih Sayang, di mana kasih sayang diwujudkan melalui seni, khususnya seni karawitan yang identik dengan gamelan dan tetabuhan. Pada kesempatan ini, Banjar Kebonkuri Lukluk Kesiman juga bersiap untuk ngayah tari pendet dalam rangka piodalan di Pura Khayangan, yang akan dilaksanakan pada Anggar Kasih Tambir. Sukadana berharap kegiatan ngayah ini akan mendapatkan restu atau taksu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar seni tabuh dan tari dapat terhubung erat dan bermakna.
Menjelaskan lebih lanjut tentang perbedaan Tumpek Krulut dan Tumpek Landep, Sukadana menyampaikan bahwa meskipun gamelan terbuat dari logam, Tumpek Krulut lebih menekankan pada seni gamelan Bali, sementara Tumpek Landep lebih dihubungkan dengan benda-benda yang memiliki makna ketajaman, seperti senjata. “Tumpek Krulut adalah tentang penghormatan pada seni karawitan, sedangkan Tumpek Landep berkaitan dengan benda tajam seperti keris atau pisau. Saat ini, benda seperti sepeda motor dan mobil juga dihormati pada Tumpek Landep sebagai benda pendukung kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Upacara yang berlangsung Sabtu sore ini dipimpin oleh Jro Mangku Ebuh, salah satu tokoh warga Banjar Kebonkuri Lukluk Kesiman. Prosesi berjalan khidmat, dihadiri oleh warga yang ingin ikut berpartisipasi dalam perayaan hari kasih sayang bagi seni.
Sukadana menyampaikan harapan agar seni karawitan khususnya terus berkembang dan diteruskan kepada generasi muda Banjar. “Kami berharap generasi muda bisa memahami dan menghargai fungsi gamelan di banjar sebagai bagian dari upacara keagamaan, mulai dari piodalan, upacara ngaben, hingga pangerupukan atau ogoh-ogoh,” tutupnya. *m03