Dewan Soroti Kekurangan Ruang Kelas dan Buku Paket di Sejumlah Sekolah

1 week ago 1
ARTICLE AD BOX
Salah satu persoalan yang disoroti pada bidang pendidikan. Mulai dari kekurangan ruang kelas hingga keterbatasan buku paket yang diberikan ke masing-masing siswa.

Anggota Komisi IV DPRD Buleleng Ni Nyoman Parlina Dewi dalam rapat pembahasan APBD 2025 itu menyebut menemukan sejumlah persoalan pendidikan saat melakukan reses. Srikandi Fraksi Golkar ini menyebut kondisi pendidikan di desa-desa terutama untuk jenjang SD perlu diperhatikan lebih detail. Terutama untuk ketersediaan sarana prasarana penunjang pembelajaran.

“Sekolah di desa-desa masih ada penyediaan buku ajar, satu buku untuk tiga orang siswa. Persoalannya jarak rumah satu siswa dengan siswa lain ini jauh. Jadi bagaimana mereka bisa belajar dengan keterbatasan ini,” ucap anggota DPRD Buleleng pendatang baru asal Desa Sidetapa, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.

Persoalan lain juga masih banyak SD yang kekurangan ruang kelas. Sehingga sekolah terpaksa menyekat satu ruang kelas menjadi dua atau ada pula menggunakan ruang perpustakaan untuk ruang belajar hingga pemberlakuan dua shift.

Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng Ida Bagus Gde Surya Bharata yang mewakili Kepala Disdikpora Made Astika menjawab persoalan tersebut. Surya Bharata menyebut soal keterbatasan buku paket di beberapa sekolah memang masih terjadi di beberapa sekolah. Terutama di sekolah-sekolah yang dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) minim.

Menurutnya, pengadaan dan penyediaan buku paket siswa, bisa dibiayai dari dana BOS. “Dana BOS itu tergantung jumlah siswa dan untuk semua operasional sekolah. Sehingga sekolah harus selektif melakukan skala prioritas, karena biaya operasional tidak hanya untuk buku paket, tetapi juga bayar air, listrik termasuk perbaikan kerusakan ringan dan yang lain,” ucap Surya Bharata.

Solusi tercepatnya, sekolah bisa mengkomunikasikan kondisi tersebut ke orang tua siswa melalui komite. Kekurangan buku paket ini bisa meminta partisipasi orang tua, untuk kebutuhan anak-anaknya. Hal ini menurutnya bukan untuk membebani orang tua siswa, melainkan mengajak orang tua ikut bertanggung jawab untuk pendidikan anak-anak.

“Kadang persepsi sekolah gratis sudah mengkooptasi masyarakat, yang membuat pandangan semuanya serba disiapkan sekolah. Tetapi kenyataannya tidak begitu. Tidak semua kebutuhan sekolah bisa tercover dana BOS,” tegas Surya Bharata.

Lalu soal kekurangan ruang kelas, perlu mensinkronkan kondisi anggaran antara kemampuan keuangan daerah maupun pusat. Selain itu satuan pendidikan sejauh ini juga rutin diarahkan untuk melaporkan kondisi riil di sekolahnya melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik), salah satunya kekurangan ruang kelas.

Jika memang terjadi kondisi itu, juga harus melihat kondisi lahan yang memungkinkan untuk membangun Ruang kelas Baru (RKB). Namun jika lahan kosong tidak tersedia bisa dilakukan revitalisasi ruang kelas yang ada saat ini.

“Ini (pemenuhan ruang kelas) perlu anggaran yang memadai. Sebenarnya kalau ruang kelas itu sudah standar dan mencukupi khusus di SD, kecuali yang mengalami overload beberapa tahun belakangan. Tetapi yang sering terjadi kemungkinan ruang kelas dipinjam untuk ruang guru. Laporan kekurangan ruang kelas, padahal yang diperlukan ruang guru,” jelas Surya Bharata.7 k23
Read Entire Article