ARTICLE AD BOX
JAKARTA, NusaBali
Ketua DPP Bidang Luar Negeri PDI Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah menyampaikan gagasan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri tentang perlunya penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) Jilid II, guna membahas bangsa-bangsa yang belum merdeka, terutama Palestina, dan kondisi global saat ini.
Hal itu disampaikan Basarah dalam pidato pembukaan diskusi ‘Warisan Bung Karno untuk Asia-Afrika dan Keadilan Sosial Global’, memperingati 70 Tahun KAA yang digelar Badan Sejarah Indonesia PDIP, di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro No 58, Jakarta Pusat, Sabtu (26/4/2025).
“Presiden Megawati menyampaikan gagasannya kepada saya agar para pemimpin bangsa-bangsa Asia Afrika saat ini dapat menyelenggarakan pertemuan untuk mengevaluasi 70 tahun perjalanan KAA,” kata Basarah. Basarah menegaskan, forum tersebut harus memberikan perhatian khusus menanggapi isu global saat ini dan pada bangsa-bangsa yang belum merdeka, terutama Palestina.
Menurut Basarah, KAA Jilid II diharapkan mampu menghasilkan keputusan monumental dalam merekontekstualisasikan Dasasila Bandung. “Situasi geopolitik internasional saat ini ditandai oleh meningkatnya ketegangan antarbangsa, baik bilateral, regional, maupun internasional,” ucapnya.
Basarah berharap melalui diskusi itu, bisa merekomendasikan pemikiran-pemikiran solutif bagi perdamaian dan keadilan sosial. “Tidak hanya bagi bangsa-bangsa di dunia, tetapi juga bagi rakyat Indonesia,” kata Basarah.
Untuk itu, Basarah menilai pentingnya menghidupkan kembali semangat KAA 1955 dalam menghadapi tantangan global terkini.
“Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan pada 18–24 April 1955 di Kota Bandung merupakan salah satu warisan paling gemilang dari Presiden Soekarno,” ucap Basarah.
Basarah menambahkan, melalui KAA, Proklamator RI Bung Karno membuktikan bahwa negara-negara baru merdeka memiliki hak menentukan masa depan tanpa intervensi kekuatan kolonial.
Basarah pun mengutip pidato Bung Karno, ‘Lahirkanlah Asia Baru dan Afrika Baru’, yang menegaskan bahwa kemerdekaan dan perdamaian adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. “Perdamaian adalah prasyarat penting bagi kemerdekaan, sebab tanpa perdamaian, kemerdekaan akan kehilangan makna dan nilainya,” ujar Basarah mengutip Soekarno.
Menurut Basarah, kolonialisme kini berubah bentuk menjadi neokolonialisme melalui penguasaan ekonomi, budaya, dan informasi. “Bung Karno mengingatkan kita bahwa kolonialisme belum mati, ia hanya berganti rupa menjadi neokolonialisme yang licin dan menyaru,” tegasnya.
Basarah menyoroti dampak KAA yang melahirkan gelombang dekolonisasi. “Dalam satu dekade setelah Konferensi Asia Afrika, 41 negara memproklamasikan kemerdekaannya, suatu gelombang besar dekolonisasi yang tak lepas dari inspirasi Bandung,” terangnya.
PDIP sebagai partai pewaris ajaran Bung Karno berkomitmen melanjutkan semangat KAA. “Kita meyakini bahwa tatanan dunia baru yang lebih adil dan setara bukanlah utopia. Itu adalah keniscayaan yang hanya bisa dicapai dengan persatuan, keberanian, dan solidaritas,” tandas Basarah.
Acara ini juga mengingatkan peran tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia dalam penyelenggaraan KAA 1955, termasuk Ali Sastroamidjojo sebagai ketua panitia. KAA tidak hanya melahirkan Dasasila Bandung tetapi juga menjadi fondasi politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Di tengah tantangan global seperti ketimpangan ekonomi dan krisis iklim, Basarah menekankan pentingnya menghidupkan kembali nilai-nilai KAA untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih adil dan bermartabat.
“PDI Perjuangan berkomitmen untuk terus melestarikan dan melanjutkan semangat Konferensi Asia Afrika. Semangat untuk menegakkan kedaulatan nasional, memperjuangkan perdamaian dunia, dan membangun solidaritas global yang sejati,” kata dia.
Peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) dengan diskusi ‘Warisan Bung Karno untuk Asia-Afrika dan Keadilan Sosial Global’ digelar oleh Badan Sejarah Indonesia PDIP.
Kepala Badan Sejarah Indonesia PDIP Bonnie Triyana, mengatakan acara tersebut bukan sekadar mengenang sejarah. Melainkan juga menegaskan relevansi semangat solidaritas bangsa-bangsa terjajah dalam menghadapi tantangan global terkini, seperti perang dagang dan ketidakadilan sosial. Menurut Bonnie, KAA 1955 adalah puncak dari perjuangan panjang bangsa-bangsa Asia-Afrika sejak era 1920-an.
“Ini bukan hanya untuk melakukan romantisasi terhadap sebuah peristiwa sejarah, tetapi terlebih dari itu kita ingin memetik nilai yang sangat penting dari spirit pembebasan bangsa-bangsa di Asia Afrika,” ucap Bonnie.
Bonnie mengatakan, negara perlu memetik nilai spirit pembebasan yang digagas tokoh seperti Soekarno, Ali Sastroamidjojo, Nehru, dan lainnya.
Dia menambahkan, KAA ini juga mengandung cerita dari usaha untuk memerdekakan diri dari bangsa-bangsa seterjajah dimulai dari tahun 20-an, kemudian ada Liga Anti-Imperialisme dan sejarah intelektual dari perjuangan bangsa-bangsa Afrika itu sendiri. Diskusi yang menghadirkan sejarawan itu, mengupas soal gerakan intelektual tersebut.
“Kita tahu sekarang, kita sedang perang dagang dan kita ingin mencari relevansi dari peristiwa ini apa,” kata Bonnie.

Kepala Badan Sejarah Indonesia PDIP Bonnie Triyana –IST
Bonnie menyampaikan, kegiatan ini sudah dipersiapkan cukup lama di Badan Sejarah Indonesia PDIP.
Hadir dalam acara pembukaan diskusi di Kantor DPP sejumlah pengurus pusat DPP PDIP antara lain, Ganjar Pranowo, Sri Rahayu, dan Ribka Tjiptaning.
Diskusi dibagi dalam dua sesi menghadirkan sejarawan, diplomat, dan akademisi. Diskusi Panel I bertema Semangat Bandung dan Tantangan Asia-Afrika Kini dengan narasumber Dr Wildan Sena Utama (Sejarawan UGM), I Gusti Wesaka Puja (Direktur Eksekutif ASEAN Institute for Peace and Reconciliaton), dan Ita Fatia Nadia MA (Sejarawan dan Aktivis Gerakan Perempuan).
Diskusi Panel II bertema Peran Bung Karno dan Warisan Diplomasi Global dengan narasumber Andi Widjajanto PhD (Kepala Badan Riset dan Analisa Kebijakan atau BARAK PDIP), Dr Yeremia Lalisang (Dosen Hubungan Internasional FISIP UI), dan Dr Sigit Aris Prasetyo (Diplomat dan Penulis Buku Dunia Dalam Genggaman Bung Karno).
Ada juga sesi kuliah umum dengan tema Peran Indonesia dalam Pembebasan Asia-Afrika yang dibawakan David van Reybrouck yang merupakan sejarawan Belgia, penulis buku best seller ‘Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World’. Acara juga menampilkan pertunjukan seni dan budaya oleh Usman Hamid and the Blackstones. 7 k22