Alih Fungsi Lahan di Jatiluwih Karena Perubahan Iklim, Sawah Berubah Jadi Kebun

2 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Petani di Pulau Dewata sekarang ini memang sedang ‘diserang’ dari berbagai sisi. Selain terancam karena laju alih fungsi lahan akibat pembangunan akomodasi pariwisata, perubahan iklim pun semakin memojokkan para petani.

Subak Jatiluwih sedikit lebih beruntung dari subak-subak lain di Bali karena subaknya itu sendiri berfungsi sebagai atraksi wisata, juga diperkuat statusnya sebagai Warisan Budaya Dunia Unesco. Sehingga, pembangunan gedung di areal subak cenderung dapat lebih dikontrol.

“Yang kami takutkan itu ada bangunan di tengah sawah. Karena itu, kami membuat Peraturan Desa (Perdes) Jatiluwih agar kelestarian alam kami tetap terjaga sehingga tidak seperti daerah tetangga,” ujar Manajer DTW Jatiluwih Ketut ‘John’ Purna, ditemui di Desa Jatiluwih, Penebel, Tabanan baru-baru ini.

Akan tetapi, John tidak menafikan bahwa sebagian lahan subak telah menyusut dan mengalami alih fungsi karena faktor alam. Kata dia, sumber air Subak Jatiluwih dari mata air Gunung Batukaru, Danau Tamblingan, dan Danau Buyan mengalami penurunan debit air.

Karena berkurangnya sumber air ini mengakibatkan sistem irigasi subak yakni pembagian air yang adil tidak tercapai. Petak-petak sawah yang tidak teririgasi dengan baik digarap menjadi perkebunan hortikultura yang adaptif di ketinggian 700 mdpl.

Subak Jatiluwih memiliki luas 305 hektare yang terdiri dari tujuh tempek. Dari luasan sawah ini, hanya 75 persennya atau 230 hektare yang dapat digunakan bercocok tanam. Sisanya mengalami perubahan fungsi seperti menjadi perkebunan.

“Itu bukan kehendak petani tapi semata-mata karena sumber air berkurang. Karena el nino, kemudian perubahan musim, debit air berkurang, dan banyak pertanian (basah) berubah menjadi perkebunan,” ungkap John.

DTW Jatiluwih juga terus berupaya menjaga agar petani tetap semangat menggarap sawah. Satu di antaranya adalah memberikan insentif kepada petani sebesar 26 persen dari pendapatan bersih hasil penjualan tiket masuk ke areal subak.

“Setiap enam bulan itu kami juga subsidi pupuk petani antara Rp 400-600 juta,” beber John.

Subak Jatiluwih mengatur anggotanya untuk memulai penanaman wajib yakni beras merah pada Januari. Kemudian, Juli mereka sudah bisa panen. Setelah itu, anggota subak dibebaskan menanam varietas lain. Biasanya ditanam varietas padi yang lebih cepat matang seperti beras putih. *rat
Read Entire Article